”Biarkanlah saja dulu
kita jalan berdua,
merekapun pernah muda,
saatnya Kau dan aku sekarang...”
Pada suatu kesempatan santai di rumah, penggalan lagu yang bertajuk Pernah Muda ini (sejatinya dilantunkan oleh Bunga Citra Lestari) tiba-tiba keluar dari mulut putri saya yang hendak menginjak usia empat tahun. Hal ini membuat saya geli dan selalu menggugah saya untuk tersenyum setiap kali mengingatnya...
CINTA MEMBUAT SEMUA NISCAYA
Sebelumnya tidak pernah menggandrungi lagu-lagu BCL, panggilan Bunga Citra Lestari, dan saya sebenarnya kurang suka dengan materi lagu yang dinyanyikan putri kecil saya tadi. Namun entah mengapa ada yang berubah sejak saya mendengar alunan lagu itu dari mulut mungil putri saya. Setidaknya saat ini saya jadi menyukai lagu itu. Saya punya secuil keyakinan bahwa lagu ini akan tetap dinyanyikan anak-anak muda hingga mungkin penyanyinya sendiri kelak telah tiada. Petikan gitar akustik dan sentuhan nada akordion yang padu menguatkan dugaan saya. Tapi kali ini saya tidak hendak membahas teknik instrumentalia ini, namun kearifan yang terkandung dalam cinta. Gambarannya, saya tidak menyukai lagu itu, namun ketika saya tahu bahwa putri saya menyukainya, saya jadi suka. Saya pernah membaca kata-kata seorang bijak, bahwa mencintai seseorang atau sesuatu berarti harus ikut mencintai apa yang dicintai oleh orang atau entitas yang kita cintai itu.
Dari sudut pendidikan putri saya, mungkin saya kurang suka bahwa putri saya yang masih kecil menyanyikan lagu remaja. Di sisi lain, saya bangga bahwa ia sudah berusaha belajar komunikasi verbal melalui pengenalan kata dan kalimat yang cukup kompleks. Adiknya sendiri meski telah mencapai usia 2 tahun belum memiliki perbendaharaan kata yang cukup untuk merangkai sebuah kalimat lengkap. Yang terjadi atas adiknya bagi saya pun tidak menjadi masalah karena kendatipun demikian ia tetap mampu memahami makna kalimat yang disampaikan oleh orang-orang di sekitarnya yang lebih tua. Saya yakin Sang Kuasa akan memberinya kemampuan yang memadai suatu saat nanti karena ia pun memiliki semangat belajar yang tinggi. Saya sangat menghargai setiap upaya belajar dari seseorang, apalagi jika hal itu dilakukan oleh anak-anak dan kaum tua. Mungkin seperti yang dialami setiap orang tua, tidak sekadar suka, namun juga bangga atas segala pencapaian putra-putrinya. Mungkin begitu pula yang terjadi dengan rasa suka saya terhadap lagu Pernah Muda itu. Saya mencintai apa yang dicintai oleh orang yang saya cintai, dalam hal ini putri saya, ketika sebelumnya saya mengira bahwa menyukai lagu BCL hampir tidak mungkin terjadi pada diri saya.
CINTA KASIH SEJATI PUN DIMILIKI ORANG-ORANG SEDERHANA
Dalam suatu perjalanan dengan seorang sahabat yang saya hormati baru-baru ini, saya mendapat cerita yang sangat menarik mengenai cinta kasih sejati. Awalnya saya punya dugaan bahwa cinta kasih semacam itu hanya terjadi pada orang-orang berpendidikan tinggi atau menguasai ilmu agama yang sedemikian luas. Bukan saja karena hal itu membutuhkan pengorbanan yang besar, namun juga kearifan tinggi yang hanya mudah dicapai jika syarat-syarat tersebut terpenuhi. Namun tampaknya dugaan saya salah! Ternyata di dusun terpencil di sekitar tempat pengabdian saya sekarang pun hal itu adalah sebuah keniscayaan.
Tersebutlah seorang pemuda, sebut saja si A, yang sangat dicintai ibunya. Bukan ibu kandungnya (karena kini sudah wafat), tapi ibu tiri, dan bukan sekadar ibu tiri satu-satunya, namun ibu tiri yang kesekian karena ayahnya beberapa kali menikah. A inipun sudah tidak lagi remaja, namun telah memiliki isteri dan anak. Ditambah lagi, si A ini tidak juga manis-tampan (meminjam istilah sahabat saya “gak ada imutnya...!”), yang biasa menjadi alasan untuk menyukai seseorang. Ibu tiri ini sangat menyayanginya, begitu pula terhadap isteri dan anak-anak si A. Anak-anak kandungnya tidak lebih istimewa daripada si A ini. Sebuah kamar tidur di rumah mereka disiapkan khusus untuknya, anak-anak lain tidak boleh mengambilnya. Begitu pula makanan kesukaan, akan beliau buatkan jika si A menginginkannya. Ketika si A sakit, beliau akan memijit, mengipasi dan menungguinya hingga si A terlelap. Bahkan sekadar untuk menyampaikan sesuatu yang sensitif, sang ibu bijak ini lebih dulu bertanya kepada isteri si A demi memastikan bahwa hati si A sedang lapang. Sang ibu sangat menghargai privasinya, menjaga perasaannya, sesuatu yang sangat jarang kita temui di era tayangan-tayangan beraroma domestic violence (kekerasan dalam rumah tangga) dewasa ini.
Ketika sahabat saya bertanya kepada si pemuda tentang alasan cinta kasih sang ibu ini, ia menjawab bahwa ibu (tiri)nya sangat menghargai ayahnya. “Kita sekarang bisa seperti ini, kamu semua ada, tak lain karena bapak si A”, demikian kata sang ibu bijak kepada anak-anak kandungnya. Luar biasa! Meskipun ditinggalkan dengan sejumlah anak, penghargaannya sebagai seorang isteri kepada ayah dari anak-anaknya tak pernah berubah. Pengabdiannya pun tetap wujud selamanya dengan turut mencintai anak-anaknya, meskipun dari isteri-isteri yang lain. Ya, bagaimanapun, dari rahim manapun dilahirkan, setiap anak adalah permata hati ayahnya. Mungkin di situlah ibu bijak ini menambatkan kearifan. Cinta kasih yang dimiliki beliau bukan didapatkan dari pendidikan yang tinggi, tidak juga dari keluasan ilmu agama. Mungkin tidak semua ilmu harus dikuasai seseorang sekadar untuk mengerti esensi cinta kasih. Ibu bijak ini tampaknya hanya berusaha mencintai orang-orang yang dicintai oleh orang yang dicintainya. Sebuah akar cinta sejati yang kadang sangat sulit kita capai.
Kisah ini selengkapnya sangat menyentuh. Untuk saya pribadi hal ini sangat berkesan dan menjadi semacam nostalgi karena saya memiliki pengalaman serupa dengan ibu (angkat) saya, ibu saya yang Jakal (Jawa Kalimantan). Ibu kandung dan ibu (angkat) saya memberikan perwujudan cinta kasih yang serupa yang tiada banding. Saya yakin, saya takkan pernah mampu membalas cinta kasih beliau berdua. Namun itu cerita yang lain, untuk saat ini... saya ingin beristirahat, sambil berharap bisa berjumpa dengan beliau berdua dan semua orang yang saya cintai, meski hanya dalam mimpi. Semoga alunan lembut BCL dalam nomor Pernah Muda akan mengantarkan saya ke sana...
Selamat Ulang Tahun, my Princess..., moga usiamu senantiasa barokah, Sayangku...
Selamat buat BCL atas penghargaan yang diterima di ajang Planet Muzik Award 2009, meski belum beruntung di 2 ajang lain yaitu Dahsyat Award 2009 dan Kid’s Choice Award 2009!
Bilang papamu
ku takkan buat Kau berubah
menjadi anak yang nakal,
Bilang mamamu
kucinta padamu
dan aku tak pernah main-main,
Biarkanlah saja dulu
kita jalan berdua,
merekapun pernah muda
pernah muda...
Bilang papamu berhenti urusin
semua urusan kau dan aku,
Bilang mamamu tak perlu
khawatir ataupun curiga kepadaku,
Biarkanlah saja dulu
kita jalan berdua,
merekapun pernah muda
saatnya Kau dan aku sekarang...
Biarkanlah saja dulu
kita jalan berdua,
merekapun pernah muda
saatnya Kau dan aku sekarang
saatnya Kau dan aku sekarang
saatnya Kau dan aku sekarang...
Written by Dewiq, sung by Bunga Citra Lestari, from album “Tentang Kamu” [2008]
No comments:
Post a Comment