Note :
Astaghfirullah Al-Adhiim. Bagian III kitab termasyhur Bidayatul Hidayah (Permulaan Hidayah) Karya Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali membahas berbagai hal mengenai tata laku kita dalam berhubungan dengan ALLAH dan manusia. Kitab yang dianggap sebagai prolog dari kitab besar Ihya' Ulumuddin ini bisa menjadi salah satu tuntunan dasar kita semua dalam berkomunikasi dengan orang lain. Di bawah ini penulis sajikan fasal "Berhubungan Dengan Kenalan" melalui terjemah H.M. As'ad El-Hafidy dengan sedikit tambahan suntingan penulis. Kenalan, menurut hemat "penulis pribadi", secara sosiologis adalah tingkat kedua dari rantai hubungan seseorang dengan orang lain. Rantai ini berhubungan dalam hal kedekatan dan penghormatan, dengan tingkat sebagai berikut : Orang Asing -> Kenalan -> Teman (Handai Tolan) -> Sahabat -> Kerabat -> Keluarga. Dewasa ini, terkhusus di dunia maya, 3 level terbawah berisikan orang-orang yang paling banyak dan paling sering berhubungan dengan kita. Nukilan ini merupakan bagian akhir dari kitab Bidayatul Hidayah. Jika Anda mengalami kesulitan memahami maksud terjemahan ini, Anda dapat membaca kitab aslinya, atau mencari terjemahan lain yang Anda anggap lebih mudah dicerna. Semoga bermanfaat!
Berhubungan dengan Kenalan
Berhati-hatilah terhadap kenalanmu, sebab engkau
hanya akan menerima keburukan dari kenalan yang tak benar-benar
engkau kenal. Sahabat-sahabatmu akan menolongmu; dan mereka yang benar-benar
tak engkau kenal takkan mempengaruhimu, namun keburukan akan menimpamu bila engkau
berkenalan dengan orang
yang menunjukkan persahabatan dengan lisannya belaka. Maka menjauhlah sedapat mungkin dari kenalan-kenalan semacam itu.
Bila engkau berkenalan dengan orang-orang
yang ada di sebuah lembaga akademi, atau masjid
jami', atau masjid kecil, atau kota, atau pasar maka
janganlah engkau melecehkan mereka,
barangkali mereka lebih baik daripada engkau.
Janganlah engkau pandang bahwa mereka itu
memiliki kebaikan duniawi, agar engkau tak binasa, sebab dunia hampir tak berarti
dalam padangan ALLAH, dan segala yang ada di dalamnya hampir tak bernilai.
Maka dari itu, kapan pun hati merasa
takjub terhadap orang yang memiliki
keuntungan duniawi, maka rendahlah dirimu dalam pandangan ALLAH. Jagalah
dirimu agar engkau tak menggunakan agamamu untuk memperoleh kepemilikan-kepemilikan duniawi.
Barangsiapa berbuat
begini, maka milikan-milikan duniawi itu tak berarti baginya.
Jika kenalanmu itu bersikap tak baik terhadapmu maka janganlah engkau menghadapi mereka
dengan permusuhan sebab engkau tentu takkan mampu bersabar bila mereka membalas
rasa permusuhanmu itu. Nah, bila demikian, maka sifat keagamaanmu akan
sirna ketika mereka memusuhimu, sehingga kesulitan akan kian bertambah.
(Sebaliknya) jika mereka menghormatimu, memujimu
di depanmu, dan menunjukkan rasa persahabatan denganmu maka janganlah engkau mempercayai
mereka, sebab jika engkau tahu maka sebenarnya mereka itu tak tulus dalam bersikap
terhadapmu. Janganlah engkau mengharap bahwa mereka akan bersikap sama baik di
kala mereka di depan umum maupun di kala seorang diri. Janganlah
engkau merasa heran bila mereka mengumpatmu, di belakangmu dan
janganlah engkau marah karena hal itu; sebab jika engkau jujur, maka
engkau pun tahu bahwa engkau pun bersikap serupa terhadap sahabat-sahabat dan
kerabatmu, dan bahkan terhadap para guru dan kedua orang tuamu ketika
engkau membicarakan hal mereka di belakang mereka.
Campakkanlah nafsu serakahmu terhadap
kekayaan, nama/kedudukan, dan pertolongan
kenalanmu. Si tamak biasanya akan merugi di
kemudian hari dan hina di saat ini. Jika engkau meminta agar orang memenuhi kebutuhanmu,
dan melakukannya, maka bersyukurlah kepada Allah dan dia. Namun jika
ia menolak maka janganlah engkau menyalahkannya, agar tak timbul permusuhan antara
engkau dan dia. Jadilah seperti si mukmin yang berupaya memaafkan orang,
dan janganlah menjadi seorang munafik yang senantiasa berupaya mencari-cari kesalahan; namun
katakanlah, ‘Ia menolak membantuku, mungkin ada alasan tertentu yang tak kuketahui.’
Jangan engkau mengira bahwa kenalanmu itu mau menerima
pendapatmu jika engkau tak melihat adanya tanda-tanda
bahwa ia akan menerima pendapatmu itu. Jika
tidak, ia takkan mendengarkanmu, malah ia akan menentangmu. Jika salah satu
dari kenalanmu berbuat salah dan mereka tak menegurnya (belajar dari kesalahan), maka janganlah engkau mengajarnya tentang sesuatu, sebab ia
akan mendapatkan keuntungan darimu dan sekaligus akan menjadi
musuhmu. Namun, jika kesalahannya itu
membuatnya sadar, maka katakanlah kepadanya tentang kebenaran dengan cara yang
baik.
Jika mereka menghormatimu dan berbuat baik kepadamu,
maka bersyukurlah kepada ALLAH yang telah membuatmu dicintai mereka. Namun,
jika mereka berbuat tak baik terhadapmu, maka pasrahkanlah semua itu kepada
ALLAH, berlindunglah kepada-Nya dari keburukan mereka, janganlah mengumpat
mereka, dan janganlah berkata, “Tak tahukah engkau bahwa aku adalah putra si
polan, bahwa aku adalah seorang berilmu?” Janganlah berkata begini, sebab si
bodohlah yang berkata begini. Orang paling bodoh ialah orang yang menganggap dirinya
suci dan terpuji. Ketahuilah bahwa ALLAH memberi mereka kekuatan untuk berbuat
terhadapmu (sehingga mereka berbuat buruk terhadapmu) hanya karena dosa-dosa yang
telah engkau perbuat. Ketahuilah pula bahwa hal itu merupakan hukuman dari-Nya.
Bergaullah dengan kenalan-kenalanmu yang
engkau dengar tentang kebenaran mereka dan engkau buta tentang kesalahan
mereka, percakapkanlah kebaikan mereka dan diamlah tentang keburukan mereka. Berhati-hatilah terhadap sang berilmu (fakih) di masa
ini, terutama mereka yang tenggelam dalam masalah-masalah yang
saling bertentangan dan perdebatan-perdebatan. Berhati-hatilah terhadap mereka; karena
mereka cemburu dan dengki, maka mereka mengharap agar engkau bernasib buruk, membayangkan berbagai hal tentang dirimu, dan
bila mereka berada di belakangmu, maka mereka saling berisyarat mata sembari
memburuk-burukkan dirimu sehingga dengan marah mereka melontarkan
keburukan-keburukan ini kepadamu bila mereka berselisih denganmu. Mereka tak
mau memaafkan kesalahan atau kekeliruanmu. Mereka membeberkan masalah-masalah
pribadimu yang seharusnya disembunyikan. Mereka akan membuat perhitungan
denganrnu walau dalam hal-hal sepele. Dalam segala hal mereka dengki terhadapmu.
Dengan cara memfitnah, mereka mendorong sahabat-sahabatmu untuk menentangmu.
Jika mereka merasa senang denganmu, maka mereka akan menjilatmu. Namun, jika mereka
membencimu, maka mereka akan tampak benar-benar bodoh. Mereka adalah serigala berbulu
domba. Beginilah, setelah mereka kita amati, keadaan kebanyakan di antara
mereka kecuali mereka yang telah dilindungi oleh ALLAH. Bila engkau bersahabat
dengan mereka, maka engkau akan rugi. Jika begitulah keadaan mereka yang
menunjukkan rasa persahabatan denganmu, maka bagaimana pula keadaan mereka yang
secara terbuka menunjukkan rasa permusuhan denganmu?
Al-Qadhi ibn Ma'ruf berkata,
Berhati-hatilah terhadap musuhmu ,Namun lebih berhati-hatilah terhadap kawanmu,Sebab seorang kawan kadang bisa berubah menjadi musuh,Dan ia tahu bagaimana cara merugikanmu.
Begitu pula apa yang dinyatakan oleh sebuah
syair:
Kadang musuhmu itu berasal dari kawanmuMaka janganlah menambah persahabatan,Hampir semua penyakit yang engkau lihat,Berasal dari makan dan minum.
Jadilah seperti apa yang dikatakan oleh Hilal
bin ibn al-Ala :
Karena aku memaafkan dan tak mendendam,Maka, aku merasa tak khawatir terhadap musuh.Aku salami musuhku ketika aku bertemu dengannya,Sehingga aku bisa mengusir keburukan dengan hal itu,Kutunjukkan kebaikanku terhadap orang yang kubenci.Seolah ia telah menyenangkanku.Aku merasa tak aman terhadap orang yang tak kukenal,Lantas bagaimana aku bisa merasa aman terhadap lawan-lawanku?Manusia adalah penyakit dan satu-satunya obat ialah mencampakkannya,Bersikap keras terhadapnya akan memutuskan tali persaudaraan,Maka berhati-hatilah terhadap manusia agar engkau selamat dari heburukan-keburukannya,Dan dambakanlah persahabatan.
Berlaku baiklah terhadap manusia dan tabahlah terhadap apapun yang datang darinya;
Tuli, bisu dan butalah, dan jadilah orang yang takwa kepada ALLAH.
Juga, jadilah seperti apa yang dinasihatkan
oleh seorang bijak, "Bermuka baiklah terhadap sahabat dan musuhmu. Jangan
merendahkan diri dan janganlah takut kepada mereka. Jadilah orang mulia yang
tak bangga diri, rendah hatilah dan janganlah merendahkan diri."
Bersikap wajarlah dalam segala hal. Janganlah berlebih-lebihan, sebab itu
merupakan aib sebagaimana bunyi sebuah syair :
Bersikap wajarlah dalam segala hal,Sebab hal ini merupakan jalan lurus menuju jalan mulus;Janganlah berlebih·lebihan, dan jangan pula berpangku tangan,Sebab kedua hal itu merupakan aib.
Janganlah menengok ke kiri dan kanan dengan bangga diri dan jangan
pula banyak menengok. Janganlah berdiri di sisi sekelompok orang, namun
duduklah bersama mereka. Bila engkau duduk, janganlah engkau bersikap seolah
engkau hendak bangun. Jagalah dirimu dari memainkan jari-jemarimu, memainkan
jenggot dan cincinmu, mengetuk-ngetuk gigi,
mengorek-ngorek lubang hidung, banyak meludah, mengusap-usap hidung, menghalau lalat dari wajahmu, merentangkan tangan di
kala berjalan, menguap di hadapan orang selama salat dan sebagainya.
Jadikanlah
pertemuanmu sebagai jalan menuju kebenaran dan
tatalah
perkataanmu. Dengarkanlah perkataan baik
dari mereka yang berbicara denganmu, dan janganlah menunjukkan keheranan yang
berlebihan dan janganlah meminta mereka untuk mengulangi perkataan mereka.
Diamlah terhadap hal-hal yang membuat orang tertawa.
Janganlah mengunggulkan anakmu, syairmu, pembicaraanmu, buku-bukumu dan hal-hal
pribadimu. Janganlah bersikap seperti seorang wanita.
Janganlah bersikap seperti budak. Janganlah berlebih-lebihan dalam menggunakan wewangian dan
janganlah meminta mereka untuk membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhanmu.
Janganlah mendorong orang
untuk berbuat aniaya. Janganlah istri dan
anakmu mengetahui kekayaanmu apalagi orang lain, sebab bila mereka tahu bahwa
kekayaanmu itu tak seberapa, maka mereka akan melecehkanmu, dan jika mereka
tahu bahwa engkau kaya, maka engkau takkan mampu menyenangkan mereka dengan
kekayaanmu itu. Bersikap keraslah terhadap mereka,
tapi
janganlah berlaku kasar terhadap mereka, bersikap lembutlah terhadap mereka,
tapi janganlah berlaku lemah terhadap mereka. Janganlah bercanda dengan hamba
sahaya perempuan dan laki-laki, agar harkatmu tak jatuh. Bila engkau
bersitegang, bersabarlah, lindungilah dirimu dari kebodohan dan janganlah tergesa-gesa,
dan pikirkanlah hujjahmu. Janganlah
banyak bermain tangan. Janganlah banyak menengok ke belakang. Janganlah
berlutut. Berbicaralah ketika gejolak amarahmu reda. Bila si penguasa
mendekatkan dirimu kepadanya, maka bersikaplah seolah engkau berada di tepi
ujung tombak. Berhati-hatilah terhadap sahabatmu di kala
engkau sehat dan kaya, sebab ia adalah musuh terbesarmu. Janganlah engkau
menjadikan kekayaanmu lebih bernilai daripada kehormatanmu.
Duhai orang muda,
memadailah kiranya bagimu hal-hal di atas sebagai permulaan hidayah. Ujilah dirimu
dengan hal ini, yang terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama ialah tentang
aturan-aturan dalam beribadah kepada ALLAH. Bagian kedua ialah tentang cara
menghindar dari dosa, dan bagian ketiga ialah tentang cara berhubungan dengan
sesama manusia. Termasuk dalam hubungan ini ialah hubungan manusia dengan Sang Pencipta
dan makhluk. Jika engkau merasa serasi dengan permulaan hidayah ini, hatimu
cenderung padanya dan ingin bertindak sesuai dengannya, maka ketahuilah bahwa
engkau adalah orang yang jiwanya telah diterangi dan diperluas dengan iman oleh
ALLAH. Yakinlah bahwa permulaan hidayah ini ada akhirnya dan di luar hal ini
maujud rahasia-rahasia, kedalaman, ilmu yang luas, pandangan-pandangan dan
tembus-hati (mukasyafat). Hal-hal ini telah kami kemukakan dalam karya
kami, Ihya' Ulumiddin. Nah, berupayalah meraih hal ini. Jika hawa
nafsumu hampir tak mau menunaikan kewajiban-kewajiban ini (wazhaif) dan
mengesampingkan ilmu ini dan berkata kepadamu, 'Bagaimana ilmu ini bisa
bermanfaat bagimu ketika engkau berada di tengah-tengah para berilmu?' Kapankah
ilmu ini dapat menempatkanmu di deretan depan sesamamu dan orang-orang yang
berpikir?
Dan bagaimana ilmu ini bisa mengangkat
harkatmu di tengah-tengah para putra mahkota dan gubernur sehingga hal itu
mendatangkan kekayaan dan sarana-sarana hidup lainnya kepadamu, sehingga engkau
terkaruniai dan menjadi hakim atau penguasa? Maka sadarilah bahwa setan telah
menyesatkanmu dan telah membuatmu melupakan tempat kembalimu dan tempat tinggalmu
setelah mati. Maka carilah setan seperti dirimu yang dapat mengajarkan kepadamu
bahwa ilmu yang engkau bayangkan akan bermanfaat bagimu dan akan membuatmu
meraih apa yang engkau dambakan. Namun ketahuilah jika engkau berkuasa, maka
hal itu takkan bersih dari
noda. Nah, jika demikian, maka pada hari penentuan, engkau akan kehilangan
kerajaan dan kecerahan abadi di sisi Tuhan semesta alam. Semoga kedamaian,
rahmat dan berkat Allah melimpahimu!
Segala puji bagi ALLAH
pertama dan terakhir lahir dan batin! Tiada berdaya atau kuat kecuali ALLAH.
Shalawat dan salam Allah atas pemimpin kita Muhammad, keluarganya dan
sahabat-sahabatnya!
cathieheath.com illustrates
cathieheath.com illustrates
No comments:
Post a Comment